TRENDING NOW




CARA MEMBUKA MATA BATIN : Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan ditanya, “Fadhilatus syaikh, bagaimana pandangan anda mengenai sebagian da’i yang tidak mendakwahkan tauhid. Namun mereka hanya mendakwahkan akhlak mulia dalam mayoritas ceramah dan khutbah mereka”.
Beliau menjawab:
“Dakwah yang demikian tidaklah bermanfaat sama sekali. Ini sebagaimana badan yang tidak ada kepalanya, maka ia menjadi mayit. Badan jika tidak ada kepalanya, maka bagian badan lainnya tidak bermanfaat. Dakwah yang tidak mendakwahkan tauhid, itu semisal dengan badan yang tidak ada kepalanya. Melelahkan namun tidak ada faidahnya.
Kalau ada orang yang baik akhlaknya, suka bersedekah, mengerjakan shalat, namun ia berbuat kesyirikan, tidak akan diterima semua amalannya. Karena yang membuat amalan menjadi sah adalah tauhid. Dan yang membatalkan amalan-amalan ialah syirik. Maka wajib kita memberikan perhatian pada dakwah tauhid ini.
Berdakwah tanpa dakwah tauhid, sama saja tidak berdakwah. Bahkan berdakwah tanpa dakwah tauhid, tidak adanya lebih baik daripada adanya. Karena ini memperdaya manusia, orang-orang mengira dakwah demikianlah yang benar.
Tidak ada Rasul yang tidak memulai dakwahnya dengan tauhid. Silakan anda perhatikan dakwah para Rasul, dari yang terdahulu hingga yang terakhir yaitu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, mereka demikian (mendakwahkan tauhid)”.
***
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.or.id



CARA MEMBUKA MATA BATIN : Membongkar kedok dukun adalah sebuah tuntutan bahkan bisa menjadi suatu hal yang wajib. Diperbolehkan mendatangi dukun dan menanyakannya beberapa hal guna mengujinya untuk membongkar kedustaan dan kelemahannya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengungkapkan:
أن يسأله ليظهر عجزه وكذبه فيمتحنه في أمور يتبين بها كذبه وعجزه وهذا مطلوب وقد يكون واجبا
“(Diperbolehkan) untuk menanyakan dukun guna menampakkan kelemahan dan kebohongannya. Dia menguji sang dukun dengan beberapa hal yang mampu membongkar kedok dan kelemahannya. Ini adalah sebuah tuntutan (tuntutan syar’i -ed) dan terkadang bisa menjadi wajib.”[1]
Tindakan ini tidaklah termasuk dalam hadits:
من أتى عرافا فسأله عن شيء فصدقه بما يقول لم تقبل صلاته أربعين يوما
Orang yang menemui dukun lantas menanyainya lalu meyakini apa yang diungkapkan sang dukun maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.”[2]
Sebuah contoh aplikatif
Sekitar pertengahan November lalu, akun facebook seorang ikhwah dari Khurthum, Sudan, menuliskan kisah Syaikh Al Albani rahimahullah dengan seorang dukun. Berikut ini kisahnya:
Ada kabar yang didengar oleh Syaikh Al Albani bahwa salah seorang tokoh spiritual mampu menghadirkan dan mendatangkan roh. Untuk menghilangkan dan mengingkari kesyirikan, Syaikh pun menemui tokoh tersebut. Gemetarlah sang tokoh karena kedatangan syaikh.
Syaikh mengatakan:
أرجو أن تحضر لي روحا
“Aku harap engkau menghadirkan ruh seseorang untukku.”
Dukun: “Ruh siapa yang kamu inginkan?”
Syaikh menjawab:
أريد روح البخاري
“Aku ingin ruh imam al-Bukhariy”
Dukun: “Apa yang kamu inginkan dari Bukhariy?”
Syaikh menjawab:
أنا عندي أشياء أسألها للبخاري
“Ada hal-hal yang ingin kutanyakan kepada imam Bukhariy”
Dukun menjawab: “Hari ini ruh-ruh terhenti (waktu pemanggilan ruh telah usai -ed). Datanglah kembali hari Senin”.
Syaikh pun mendatanginya hari Senin. Ternyata tokoh spiritual tersebut kabur dan tempat praktiknya pindah ke tempat lain.
Syaikh paham bahwa sang dukun adalah pendusta ulung. Mereka akan berpura-pura bahwa roh masuk ke tubuh anggota timnya yang dianggap sebagai mediator. Mediator inilah yang akan berbicara seolah-olah roh yang telah dipanggil lah yang sedang berbicara.
Mengetahui bahwa sang mediator tak mungkin memahami ilmu hadits sebagaimana pemahaman imam Al Bukhari maka Syaikh Albaniy pun sengaja meminta agar roh imam Bukhariy dihadirkan guna menanyakan tentang ilmu hadits. Maka tentu sang dukun tak akan mampu bersandiwara dan akhirnya berkilah: “waktu pemanggilan roh telah usai”.
Faidah:
  1. Terkadang wajib mendatangi dan menguji/menantang dukun guna membongkar kedustaannya sebagai salah satu ekspresi mengingkari kemungkaran.
  2. Aktifitas ini tidak tergolong dalam ancaman mendatangi dukun.
  3. Gigihnya para ulama dalam mengingkari kesyirikan.
***
Catatan kaki
[1] Qaul al-Mufid, hal 341, Dar Ibnul Jauziy, Kerajaan Saudi Arabiah.
[2] Riwayat Muslim tanpa ungkapan “fashaddaqahu
___
Penyusun: Yani Fachriansyah
Artikel Muslim.or.id



CARA MEMBUKA MATA BATIN : Jika tujuan Anda meniru Nabi –shallallahu alaihi wasallam-, ketahuilah bahwa beliau memakainya karena tuntutan keadaan, kalau saja bukan karena tuntutan tentu beliau tidak mengenakannya, cobalah perhatikan hadits berikut:
Sahabat Anas -radhiallahu anhu- mengatakan:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أراد أن يكتب إلى كِسرى وقيصرَ والنَّجاشيِّ . فقيل : إنهم لا يقبلون كتابًا إلا بخاتمٍ . فصاغ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خاتمًا حلقةَ فضةٍ . ونقش فيه – محمدٌ رسولُ اللهِ –
“Ketika Nabi –shallallahu alaihi wasallam– ingin menulis surat kepada kisra (raja persia), qaishar (raja romawi), dan raja Najasyi, beliau diberi kabar bahwa mereka tidaklah menerima surat kecuali dengan STEMPEL.
Maka Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam– pun membuat CINCIN yang lingkarannya terbuat dari perak, dan diukirlah padanya tulisan ‘Muhammadur Rasulullah‘.” (HR. Muslim: 2092)
Jika tujuan Anda karena senang memakai cincin, maka silahkan memakainya, tapi janganlah mendakwakan bahwa itu sunnah Nabi –shallallahu alaihi wasallam-, karena beliau memakainya bukan karena kesenangan, tapi karena tuntutan dan kebutuhan.
Pegang teguhlah perkataan Imam Syafi’i –rahimahullah-: “Aku beriman kepada Rasulullah, dan apapun yang datang dari Rasulullah, sesuai yang DIINGINKAN oleh Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam-“. (Lum’atul I’tiqod, hal:7).
Jika tujuan Anda ingin menggunakannya untuk “keberuntungan”, atau “penglaris”, atau “pesugihan”, atau “pelet”, maka ini tidak hanya bukan sunnah Nabi, tapi sudah masuk dalam ranah kesyirikan, karena ini sama dengan menggunakan jimat, padahal Baginda Nabi –shallallahu alaihi wasallam– telah bersabda:
من علَّقَ تميمةً فقد أشرَكَ
Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), maka dia telah jatuh dalam kesyirikan” (HR. Ahmad: 17422, shahih)
Jika Anda menggunakannya karena ikut-ikutan tren, maka ini tidak sepantasnya dilakukan, karena perangai ikut-ikutan itu menunjukkan tidak adanya prinsip/pegangan hidup. Abdullah bin Mas’ud –radhiallahu anhu– pernah mengatakan:
Janganlah kalian sekali-kali jadi orang yg ikut-ikutan… yaitu orang yg mengatakan: aku (akan) bersama manusia, jika mereka mendapatkan petunjuk; aku pun mendapatkan petunjuk, dan jika mereka tersesat; aku pun akan tersesat“. (Hilyatul Aulia 1/136).
Jika Anda menggunakannya, tanpa alasan apapun, maka hati-hatilah, mungkin saja Anda sedang tidak sadar atau lagi kena guna-guna penjual akik..
Penulis: Ust. Musyafa Ad Darini, Lc., MA.
Artikel Muslim.Or.Id